5KYyiVKb-LZwL52Ya5xooIyU9Yk catatan fats: Cerpen : Ruang Mimpi

Thursday, 8 December 2016

Cerpen : Ruang Mimpi


Malam yang sunyi dan ku terduduk lagi di ruang ini yang serba putih, bahkan kursi dan meja yang ada berwarna putih. Aku menyebutnya ini ruang mimpi, karena hadir dalam tidurku. Kembali aku ke ruangan ini, semua serba putih dan tak ada warna lain. Terkadang aku juga tak mengerti mengapa ini bisa terjadi dalam mimpiku.

Entah sudah berapa kali aku disini, karena aku tak pernah menghitungnya. Suasananya begitu sunyi tak ada suara lain yang terdengar disini selain suara hembusan nafasku. Ku coba cubit kulitku dan terasa begitu nyata, mimpi ini sungguh begitu nyata. Dalam ruangan ini terkadang aku merasa sunyi karena aku tak bisa mendengar suara gaduh dalam kehidupan, terkadang memang serasa begitu menyebalkan bagiku, benci tapi ku rindukan. Bahagianya aku bisa merasa lebih tenang dan nyaman meskipun terasa ada yang kurang.
Masih hening.... tak ada suara yang hadir, tiada suara rintik hujan ataupun suara ramai dari katak. “ah...” keluhku. Terduduk disini terlalu lama rasanya begitu membosankan. Anganku membayangkan segala yang terjadi dunia nyata terasa penuh drama, terkadang mengenakkan namun juga menyesakkan. Dari saat ku terjaga hingga aku terlelap lagi semua penuh dengan cerita. Konflik yang tercipta di dunia nyata kadang membuatku tak semangat, tapi dari sanalah aku belajar tentang kedewasaan dan ketenangan. Tanpa adanya konflik dan masalah aku takkan bisa menjadi seperti sekarang ini.
Masih tak ada suara dan makin terasa hening, dan aku masih hanyut dalam lamunan, Lamunan saat ku terjaga, saat aku bekerja. Ketika pekerjaanku terasa tak dihargai oleh atasan, rasanya ingin sekali marah namun tertahan. Belum lagi aku tinggal di kontrakan, suasana di akhir bulan bagi orang yang bergaji pas pasan sangatlah sulit. Andai saja dulu aku bisa menempuh pendidikan tinggi mungkin gajiku bisa lebih besar mungkin bisa lebih banyak gaji yang didapat.
“hh..” keluhku, menyesal memang tidak datang di awal. Apa daya semua kini nasi telah menjadi bubur. Dulu aku terlalu tergoda dengan gaji tinggi dan lebih mementingkan egoisme. Kadang kalau seperti ini aku ingin kembali ke masa kecil saat aku tidak punya beban, atau setidaknya aku tidak jauh dari orang tua. Ingin sekali aku bekerja tak jauh dari orang tua. Apalah dayaku tak bisa melakukan semua itu.
“Malam...” aku terkejut dan bangkit dari lamunanku. “malam juga..” jawabku sambil gelagapan. Dia hanya tertawa. “kamu lucu...” katanya dengan sedikit tertawa. “kamu datangnya secara tiba-tiba sih..” tanggapku. Aku dan dia tertawa bersama di ruangan ini. Ya, dialah orang yang selalu menemaniku di ruang mimpi ini. Awalnya aku sendiri disini , namun akhir-akhir ini ada dia yang menemaniku dan tak jarang saling berdiskusi satu sama lain bercerita banyak hal dalam kehidupan.
Saat ku tanya ke dia kenapa bisa di ruangan ini dia hanya menjawab tidak tahu seperti diriku yang tidak bisa mengerti hingga saat ini mengapa aku bisa disini. “ heh.. kenapa kamu bengong aja..” katanya lagi sambil tertawa. “wajah kamu terlalu polos sih haha..” tambahnya lagi. Aku masih terdiam sambil melamun, dalam lamunanku berpikir memang benar adanya wajahku ini terlihat polos, dan tak jarang aku sering kena usil teman-temanku saat aku kecil.
“tuh.. masih aja melamun mulu..” lanjutnya lagi dan aku hanya tertawa kecil. Terus terang aku masih gelagapan ketika aku berbicara dengannya sejak dari awal berjumpa. “apa kabar?” kataku memberanikan diri. “baik.. kamu sendiri?” jawabnya sambil berbalik bertanya. “baik juga..” jawabku. “kelihatannya kamu begitu bahagia sekali hari ini” kataku. “iya dong.. hari ini aku sudah selesai kuliah semesterannya” katanya sembari tersenyum. “eh gimana kerjamu?” tanya dia padaku. Mendengar pertanyaannya aku merasa malas untuk menjawab “ya begitulah aku merasa lelah dengan apa yang aku jalani, dimarahi bos kalau salah, gaji yang kurang cukup, jauh dari orang tua dan terkadang aku ingin menempuh pendidikan yang lebih tinggi biar aku bisa mencari pekerjaan yang lebih baik dari sekarang, kadang aku sesali semua yang telah aku jalani” keluhku.
“nasi mungkin telah menjadi bubur tapi setidaknya kamu bisa membuatnya menjadi bubur yang berkualitas..” tanggapnya. Aku berpikir sejenak, apa yang dikatakannya benar mungkin aku tak bisa mundur ke belakang, tapi setidaknya aku bisa memperbaiki hal lain di masa depan. “ aku sungguh berterima kasih padamu saat itu telah menyadarkanku dari apa yang telah aku jalani, hingga aku bisa semangat lagi menjalankan studi, terkadang aku merasa iri padamu karena tak bisa seperti dirimu yang bekerja keras, dan aku sadari setiap orang punya posisinya sendiri-sendiri” tambahnya lagi.
Masih teringat saat itu saat dia pertama kali datang padaku di ruang ini, datang dengan wajah yang terlihat sedih, duduk diruang yang sama dengannya tanpa suara. Namun akhirnya saat itu memberanikanku bicara “kamu kenapa? Kok bisa di ada di ruang ini juga?” tanyaku saat itu. Dia juga balik bertanya padaku “kamu juga kenapa ada di ruangan ini?”. Aku dan dia pun terdiam sesaat dan aku mulai berkata lagi “ aku juga tak tahu... kamu sedih kenapa?”. Dia hanya terdiam, “ceritakanlah..mungkin aku bisa membantumu” tambahku. Hingga akhirnya ia akhirnya berbicara padaku tentang masalah keluarganya, masalah kuliahnya, dan masalah teman-temannya. Dan terkadang aku melihat ia menangis saat bercerita, disaat ia menangis aku pun menenangkannya dan memberinya support semangat. Di lain waktu saat aku bertemu dengannya di ruang mimpi, semakin banyak intensitas pertemuan membuat aku semakin dekat dengannya dan saling berbagi cerita,saling support satu sama lain.
“nah lho..kok kamu melamun lagi... nanti cepet tua lho..” candanya kepadaku. Aku hanya tertawa dan kemudian aku menanggapinya “nanti juga bakalan tua haha..” aku dan dia tertawa bersama di ruangan ini. “tadi siang aku baca buku bagus lho..” katanya, aku terheran dan bertanya “buku apa?”. Dia menjawab “buku tentang bekerja secara mendalam.. cobalah kalo ada beli dan baca bukunya cocok banget buat kamu..”. “ wuih.. keren kayaknya nanti aku beli deh bukunya” tanggapku.
“eh gimana persiapan kuliah semester depan?” tanyaku padanya. “ sudah siap dong.. “ jawabnya sambil tersenyum. “Semangat !” kataku “semangat juga..” balasnya. Waktu terus berlalu aku dan dia terus berdiskusi, makin lama aku berbicara dengannya aku semakin bisa melupakan beban-beban yang ku hadapi dan semangat mengarungi kehidupan, dia? Mungkin juga sama sepertinya katena aku bisa melihatnya dari raut bahagianya.
Di ruang ini jadi saksi bisu saat aku sendiri dalam kesunyian, sunyi dari masalah kehidupan. Dan di ruang ini pula aku bertemu dengannya berbagi cerita, entah sudah begitu banyak kisah yang diceritakan disini, tak jarang saat awal pembicaraan yang monoton dan terlihat menyedihkan berujung dengan tertawa bahagia.
Ya... di ruang ini...
Ruang mimpi..
Ruang tempat ku sendiri
Ruang yang mempertemukan aku dan dia
Ya.. di ruang ini
Terasa sempurna..
Tapi sepertinya ada yang terlupa
Lupa dan terlupakan
Apakah itu?
.................
Aku terjaga dari tidurku, mataku terbuka kembali melihat dunia nyata, dunia yang penuh cerita. Ruang mimpi itu aku telah aku tinggalkan, mungkin dia juga telah meninggalkan ruangan itu. Dia.. ya dia satu hal yang terlupakan antara aku dan dia, aku tak mengenal namanya dan begitu juga dia tak mengenal namaku. Nama.. itulah yang sering aku lupakan untuk menanyakan dan jika pun teringat aku pun kelu untuk menanyakan namanya dan teralihkan dengan topik pembicaraan lain. Sungguh begitu aneh, sudah sering berbicara tapi tidak tahu nama masing-masing.
“ah sudahlah..” ucapku sambil meninggalkan pembaringan untuk memulai aktivitas lagi

*****
Siang hari di tengah panasnya mentari, aku berjalan di tengah keramaian dan terpikirkan mimpi malam tadi, malam saat aku di ruang mimpi. Di tengah hiruk piruk keramaian itu tiba-tiba aku menatap sosok yang tak asing bagiku, dia pun sama melihatku dengan terkejut. Dia sosok yang kulihat di ruang mimpi itu, tidak salah lagi itu dia !
Kulihat dia berjalan dengan temannya, dia menatapku sedikit lama namun akhirnya berlalu pergi. “ah mungkin imajinasiku saja” kataku pada diri sendiri.
Aku berjalan sendiri terdiam seribu bahasa namun hati penuh dengan tanya siapakah dia? Entahlah.. semoga di lain waktu aku bisa menanyakannya pada dia di lain kesempatan. Ingin sekali aku mengenalnya di dunia nyata..
Entah itu kapan...

28 november 2016 – 09 desember 2016
Next : Dua Musim

No comments:

Post a Comment