5KYyiVKb-LZwL52Ya5xooIyU9Yk catatan fats: hikmah diharamkannya riba

Friday, 7 February 2014

hikmah diharamkannya riba



Riba secara bahasa dikenal sebagai ziyadah yang berarti tambahan. Tambahan yang dimaksud adalah bisa diartikan tambahan dalam bentuk pinjaman uang berupa bunga. Praktek bunga ini sudah ada sejak zaman yunani kuno, masa mesir kuno dan juga pada masa  kerajaan romawi, hingga sekarang ini  praktek bunga masih tetap dilakukan kita dapat dengan mudah menemuinya terutama dalam masalah pinjam meminjam uang.
Riba juga kadang diidentikkan dengan usury yaitu pinjaman dengan pengembalian bunga yang tinggi. Pada masa kerajaan romawi praktek bunga yang terlalu tinggi (usury) dilarang, namun bunga yang rendah atau biasa-biasa saja diperbolehkan. Dalam praktek penerapan bunga ini dalam perkembangan zamannya menimbulkan banyak kontroversi, banyak filsuf yang menentang bunga, seperti aristoteles, seorang filosof yunani kuno yang menentang keras bentuk bunga, aristoteles berkeyakinan bahwa uang bukanlah sebagai alat komoditi.

islam adalah agama rahmatan lil alamin, selalu mengedepankan kemaslahatan dan juga menghilangkan segala bentuk kedzaliman.bunga adalah suatu bentuk riba,  dan  riba dalam islam adalah suatu hal yang terlarang karena ada unsur kedzaliman di dalamya.  Apapun bentuknya meskipun bunga itu rendah tetap saja haram, karena menjadikan uang sebagai alat perdagangan atau komoditi.
ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari diharamkannya riba. pertama tercegahnya segala bentuk eksploitasi dan kedzaliman, dengan adanya bunga dalam pinjaman uang menjadikannya sebuah eksploitasi terselubung, dimana seseorang yang diberikan pinjaman uang harus mengembalikannya lebih dari yang dipinjamnya semula, apakah uang tersebut akan dipakai usaha atau tidak, atau uang yang dipinjamkanya itu dipakai usaha untuk atau rugi, si pemberi pinjaman harus selalu untung, jelas ini termasuk mengambil hak seseorang secara bathil dan dilarang syara.
kedua, menempatkan fungsi uang pada tempatnya. uang semestinya berfungsi sebagai alat tukar, bukan sebagai alat komoditi yang bisa diperdagangkan dan  dikembang biakkan sesuka hati tanpa hasil usaha yang berpedoman pada untung dan resiko.
ketiga, keuntungan itu harus sebanding dengan resiko yang didapat. kaidah fiqih mengatakan "alhoroju biddhaman" pengeluaran haruslah sebanding dengan keuntungan. adanya bunga berpatokan harus  selalu untung, meski si peminjamnya gulung tikar tetap saja harus membayar hutang dan bunga yang telah ditetapkan diawal. transaksi bunga ini menghindari segala bentuk resiko, meraih keuntungan dari hal yang mudah,  maka jelaslah ini adalah bentuk kedzaliman yang nyata.
Keempat, anjuran untuk selalu bekerja mencari karunia allah di muka bumi, allah menciptakan langit dan bumi ini untuk manusia kelola,  Begitu banyak karunia allah dimuka bumi ini. Maka selayaknya manusia bekerja selain untuk orientasi akhirat, manusia tidak melupakan nasibnya di dunia, berusaha menggapai rezeki yang halal dan tidak didapat dari hasil yang dzalim seperti riba.
Kelima, dunia adalah ladang amal untuk akhirat. Orientasi hidup manusia bukan hanya untuk dunia, tapi juga kehidupan setelah mati nanti. Maka tindakan yang manusia lakukan di dunia akan menjadi bekal hidupnya di akhirat kelak.

No comments:

Post a Comment